Ciuman di bawah hujan



Source : Google Image


Judul : Ciuman di bawah hujan
Penulis : Lan fang
Detil : 360 halaman
Terbit : Maret, 2010
Penerbit : Gramedia
ISBN : 9789792255287


Fung Lin seorang gadis keturunan Cina yang menjadi wartawan sebuah majalah, berada di acara diskusi yang diadakan oleh para TKW dari Hongkong. Adalah Aida yang menjadi sumber informasi serta panitia dalam acara tersebut. Dan menurut berita akan datang seorang wakil rakyat atau pejabat DPR yang akan mengisi acara diskusi itu.

Fung Lin menunggu kedatangan sang pejabat. Yang mana dimata Fung Lin seorang pejabat adalah sosok yang harus sangat dihormati. Dahulu dia pernah mendatangi suatu acara yang mengundang seorang pejabat, mereka semua menunggu selama 60 menit, tapi setelahnya keberadaan sang pejabat itu hanya 10 menit. Fung Lin skeptis jika berurusan dengan pejabat.


Tak disangka, pejabat ini ternyata seorang pria yang semenjak dia datang terburu-buru sudah ada di acara diskusi, menggeser tempat duduk untuknya agar bisa duduk, kemudian mendengarkan komentar sinisnya terhadap pejabat yang saat itu sebenarnya Fung Lin tidak sadar kalau Ari, pria yang duduk di sebelah Fung Lin, adalah sang pejabat yang ditunggu.

Sejak itulah Fung Lin dekat dengan Ari. Dan juga sejak itu juga Fung Lin bisa menjejakkan kaki di gedung DPR. Tempat dimana dia bisa melihat lokasi bekerja para wakil rakyat.


Awal pertemuannya dengan Ari, membuat Fung Lin teringat dengan Anton. Sosok dari masa lalu yang terpaksa dia tinggalkan karena status sosial yang begitu jauh antara mereka. Dan dari Ari juga Fung Lin bertemu dengan Rafi.


Sebenarnya tokoh Fung Lin ini selain termasuk perempuan yang seakan gagal move on, juga sering galau dalam menentukan dimana dia akan melabuhkan hatinya. Terkadan dia rindu Ari tapi juga ingin bersama Rafi. Terlihat juga dari narasi tentang pemikirannya berikut :

** Dan yang telah menguap itu biasanya tidak meninggalkan jejak. Tak berbekas. ~hal 21 **


** Masa lalu itu seperti asap rokok. Diisap, diembuskan, menguap, buyar ditiup angin. Tetapi nikotinnya tetap membercak di paru-paru. Bekas masa lalu tetap meninggalkan jejak. ~ Hal 27 **


Entah kedua kalimat di atas itu sebuah pernyataan yang berubah ketika dia bertemu Ari. Atau memang kegalauan dari tokoh Fung Lin saja (?) Namun, kedua kalimat di atas seakan-akan denial terhadap masa lalunya yang tak ingin diingat lagi.


** Kursi milik Ari. Itu kursi yang didapat Ari dengan keringat, air mata, dan darahnya. ~ hal 99. Rafi. **


** Karena Rafi tahu jelas bahwa menjadi penulis bukanlah hal yang mudah. Bahkan agaknya menjadi politisi lebih mudah daripada menjadi penulis. Asal pandai menabur harapan, bermodalkan senyum di spanduk dan baliho serta punya uang untuk membagi sembako, maka orang bisa mendadak menjadi politisi. ~ Hal 39 **


Awalnya terpikir apakah Rafi dan Ari juga mendapat kursi menjadi pejabat di DPR dengan cara seperti itu juga? Karena tampaknya kalimat yang menyindir ini seakan justru ditujukan pada dirinya sendiri yang nyinyir bahwa keringat dan darah diartikan sebagai hal yang dijelaskan di halaman 39.


Terlepas dari itu, novel ini tidak membahas tentang perselingkuhan anggota dewan, atau ikatan lain selain suami istri. Karena dilihat tokoh kedua anggota dewan ini, Rafi dan Ari (tampaknya) masih single.


Bahasa yang digunakan sangat sederhana, tapi justru menjadi daya tarik utama karena sebagai pembaca, saya tidak merasa bosan sama sekali. Cerita yang menggunakan alur maju dan mundur, maju dalam kehidupan Fung Lin, Rafi dan Ari. Serta mundur kala Fung Lin terkenang pada masa lalunya dengan tokoh-tokoh yang berbeda.

Juga cerita yang tersirat banyak mengandung makna tersembunyi seperti sindiran halus pada dunia politik seperti contoh dalam kalimat di bawah ini :
** Tetapi kenapa ikan-ikan koi di gedung dewan ini sangat buruk rupa? ~ hal 58 **


Tokoh Fung Lin ini sendiri seperti proyeksi dari sang penulisnya Lan Fang. Dimana dari latar belakang keturunan yang sepertinya sama berasal dari Cina karena beliau lahir di Banjarmasin juga dari penamaan nama pena-nya, juga keahlian Fung Lin yang menjadi penulis. Lan Fang sendiri seorang alumni dari fakultas Hukum. Jadi, dia tidak begitu awam menulis tentang dunia politik, dan novel ini adalah karyanya yang ke 9.


Akhir novel ini yaitu pemilu tahun 2009 dimana di sini jumlah partai pada saat itu yang berjumlah 44 diwakili dengan jumah hamster Fung Lin yang melahirkan 44 anak. Namun, semuanya mati dimakan induknya. Dan banyak berisi hal-hal yang menggambarkan secara halus tentang situasi politik Indonesia saat itu yang tidak saya mengerti. Seperti ketika Fung Lin menceritakan pada Rafi kalau kedua hamsternya dimakan Harimau.

Postingan Terkait